Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, mempunyai hubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Dalam hal ini kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang berfungsi sebagai alat untuk merubah perilaku peserta didik (siswa) ke arah yang diharapkan oleh pendidikan. Oleh sebab itu, proses pengembangan kurikulum perlu memperhatikan asumsi – asumsi yang bersumber dalam bidang kajian psikologi.
Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungan[1], pengertian sejenis menyebutkan bahwa psikologi merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa[2].
Peserta didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan (fisik, intelektual, social emosional, moral, dan sebagainya). Tugas utama seorang guru sebagai pendidik adalah membantu untuk mengoptimalkan perkembangan peserta didiknya berdasarkan tugas – tugas perkembangannya.
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsure – unsure upaya pendidikan lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum[3].
Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab itu, dalam pengembangan kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang diberikan/dipelajari siswa, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap pengembangan kurikulum terutama berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diberikan kepada siswa dan bagaimana siswa harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan kurikulum.
1. Psikologi Perkembangan dan Kurikulum
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan kekunikan – keunikan, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakan – gerakan tubuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan individu pada tiap – tiap fase perkembangan.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sanagt berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadappengembangan kurikulum, antara lain;
a. Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya,
b. Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang harus dipelajari siswa di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan bakat anak,
c. Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik,
d. Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak trehadap proses pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai erikut;
a. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan tingkah laku anak didik
b. Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak
c. Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak
d. Media yang digunakan selalu menarik perhatian dan minat anak didik
e. System evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan dilaksanakan secara terus – menerus.
2. Psikologi Belajar dan Kurikulum
Merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji bagaimana individu belajar. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar berasal dari kata ajar yang berarti suatu petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui/diturut[4]. Segala perubahan perilaku yang trejadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan yang trejadi secara insting/terjadi karena secara kebetulan bukan termasuk belajar.
Psikologi belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi 3 kelas, antara lain[5] ;
a. Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory)
Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties) yang masing – masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati. Daya emecahkan masalah, dan sejenisnya. Potensi – potensi tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering dilatih dengan pembelajaran berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal sesuatu. Daya yang telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran dalam konteks ini melatih anak didik dalam daya – daya itu, cara pembelajaran pada umumnya melalui hapalan dan latihan – latihan.
b. Behaviorisme
Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning (reinforcement). Behaviorisme muncul dari adanya pandangan bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan (keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat. Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati.
Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hokum S – R (stimulus – respon) atau aksi – reaksi. Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon – stimulus. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus – respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang memunculkan tigateori belajar yaitu, law of readiness, law of exercise, dan law of effect. Menurut hokum kesiapan (readiness) hubungan antara stimulus dengan respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu. Hokum latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang – ulang. Hokum akibat (effect) menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
c. Organismic/Cognitive Gestalt Field
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian – bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian – bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya terus – menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih berperan sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan dalam pandangan koneksionisme, siswa lebih berperan dalam hal proses pembelajaran, belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya diserahkan kepada masing – masing anak didik yang pada akhirnya siswa dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari apa yang telah dipelajari.
Prinsip – prinsip teori ini, antara lain ;
- Belajar berdasarkan keseluruhan
Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu. Pelajaran yang yang diberikan kepada siswa bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas yang harus dipecahkan oleh siswa, siswa mengolah bahan pembelajaran dengan reaksi seluruh pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.
- Belajar adalah pembentukan kepribadian
Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak diimbing untuk mendapat pengetahuan, sikap, dan ketrampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi manusia seutuhnya yang memiliki keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan dengan sikapnya. Seluruh kepribadiannya diharapkan utuh melalui program pembelajaran yang terpadu.
- Belajar berkat pemahaman
Belajar merupakan proses pemahaman. Pemahaman mengandung makna penguasaan pengetahuan, dapat menyelaraskan sikap dan ketrampilannya. Ketrampilan menghubungkan bagian – bagian pengetahuan untuk diperoleh sesuatu kesimpulan merupakan wujud pemahaman.
- Belajar berdasarkan pengalaman
Proses belajar adalah bekerja, mereaksi, memahami, dan mengalami. Dalam proses pembelajaran siswa harus aktif dengan pengolahan bahan pembelajaran melalui diskusi, Tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi, survey lapangan, dan sejenisnya
- Belajar adalah proses berkelanjutan
Belajar adalah proses sepanjang masa. Manusia tidak pernah berhenti untuk belajar, hal ini dilakukan karena factor kebutuhan. Dalam pelaksanaannnya dianjurkan dalam pengembangannya kurikulum tidak hanya terpaku pada proses pembelajaran yang ada tetapi mengembangkan proses pembelajaran yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan siswa. Keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapimenyangkut minat, perhatian, dan kebutuhannya. Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan dan diperlukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar